PENGGOLONGAN OBAT BERDASARKAN LABEL PADA KEMASAN YANG WAJIB KAMU KETAHUI
|
Gambar ilustrasi obat |
Setiap obat
yang beredar di Indonesia pasti memiliki penandaan atau label khusus yang
tertera pada kemasannya. Hal ini telah diatur dalam Permenkes No.
917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi, bahwa penggolongan obat
terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotik, obat keras,
psikotropika dan narkotika.
1.
Obat bebas
Obat bebas dapat dibeli tanpa resep dokter di apotek dan toko obat berizin, biasanya untuk mengatasi problem ringan (minor illness) yang bersifat non spesifik. Obat bebas relatif paling aman, boleh digunakan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication (penanganan sendiri atau swamedikasi).
Penandaan pada kemasan : lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam
Contoh :

2.
Obat bebas
terbatas
Disebut juga obat daftar W (Waarschuwing =
peringatan/waspada) adalah obat keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter
namun penggunaannya harus memperhatikan informasi obat pada kemasan. Obat bebas
terbatas relatif aman selama sesuai aturan pakai.
Penandaan pada kemasan : lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam selain itu terdapat label peringatan P1 – P6.
|
Label peringatan P1 – P6 |
Contoh :
Setelah upaya self medication, apabila penyakit semakin serius atau tidak kunjung sembuh setelah 3-5 hari, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Oleh karena itu semua kemasan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter”
3. Obat keras (termasuk obat wajib apotek dan psikotropika)
Obat keras atau obat daftar G (Gevaarlijk = berbahaya) termasuk juga psikotropika untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan hanya dapat dibeli di apotek atau rumah sakit.
Penandaan pada kemasan : lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi.
Contoh: semua obat dalam bentuk injeksi,
adrenalin, infus asering, antibiotik (seperti amoksilin, tetrasiklin), obat
jantung, obat mengandung hormone, obat diabetes, obat penenang, asam mefenamat,
piroksikam, antihipertensi seperti captopril, antihistamin, deksametason,
prednisone, diazepam, INH, semua obat baru, dll.
Namun ada obat keras yang bisa di beli di apotek tanpa resep dokter yang diserahkan oleh apoteker yaitu Obat Wajib Apotek (OWA) seperti linestrenol, salbutamol, basitrasin krim, ranitidin, dll, tetapi terdapat batasan jumlah yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa resep dokter yang dapat dibaca lebih lanjut di peraturan tentang OWA 1, 2 dan 3.
Psikotropika diatur dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang termasuk obat keras, tetapi bedanya dapat berkhasiat psikoaktif dengan mempengaruhi susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku / mempengaruhi aktivitas psikis. Contoh: Lisergid Acid Diathylamine (LSD), metilen dioksi metamfetamin, amfetamin, diazepam, fenobarbital, klorpromazin, lorasepam, klordiazepoksid, dll.
4.
Narkotika
Narkotika (Daftar O atau ”Opium atau opiat”) hanya boleh dibeli di apotek atau rumah sakit dengan resep dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep tidak dapat dicopy.
Tiap bulan apotek atau rumah sakit wajib melaporkan pembelian dan penggunannya kepada pemerintah.
Narkotika diatur dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan, baik sintetis atau semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan tingkat kesadaran (fungsi anastesi/bius), hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri (sedatif), munculnya semangat (euphoria), halusinasi atau timbulnya khayalan, dan dapat menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya. Oleh karenanya, narkotika diawasi secara ketat untuk membatasi penyalahgunaan (drug abuse).
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan:
a.
Golongan I
Hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian, pengembangan iptek, tidak digunakan
untuk pengobatan atau terapi, karena mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh: Tanaman Papaver somniferum L. (opium), dan tanaman Cannabis sativa (ganja/marijuana), heroin, kokain.
b.
Golongan II
Digunakan sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan, memiliki potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, contoh : fentanil, morfin, petidin, metadon.
c.
Golongan III
Digunakan untuk pengobatan dan memiliki potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, contoh : Codein.
Jadi obat = racun, tetapi jika dalam takaran yang
sesuai dan penggunaan tepat maka obat akan bermanfaat. Bila tidak mengikuti
aturan, maka akan merugikan bahkan menimbulkan efek-efek yang tidak diinginkan
bahkan kematian.
Jangan sekali-sekali mencoba menggunakan obat yang seharusnya hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Konsultasikan kepada apoteker yang siap sedia membantu Anda di apotek.
Jangan coba-coba mendekati atau mencoba menggunakan narkoba karena rasa penasaran/ingin tahu. Jangan pertaruhkan masa depan kalian, jangan kecewakan orang tua, keluarga, dan orang-orang yang mengasihi kalian dan kalian kasihi. Say No to Drug.
Obat bebas dan obat bebas terbatas termasuk ke dalam obat OTC (Over The Counter) dimana penjulaan ini dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop), sementara obat keras, obat wajib apotek, psikotropika dan narkotika termasuk Prescription artinya harus dengan resep dokter.
Bagaimana penjelasan terkait penggolongan obat berdasarkan penandaan pada kemasan obat diatas?? Semoga dapat dipahami ya… dan Gunakan obat secara bijak. Tanya obat tanya Apoteker.
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Salam sehat selalu
Oleh: Novita Indah Purwati, S. Farm. Apt.